Sebenarnya setelah lulus kuliah dimas mencoba menghubungi ara namun rasa sakit dan kehilangan membuat ara ingin membenci dimas dan tak pernah menemuinya. Ia tak mau luka yang sudah kering kembali terbuka. Tapi kini, ara dan dimas dipersatukan dalam satu atap. Dan itu benar-benar membuat ara tersiksa.
Sepulangnya dari kantor, ara memutuskan untuk duduk dihalte menunggu angkot yang akan membawanya pulang.
"Ra..." suara itu tak asing ditelinga ara.
Ara hanya diam tak menjawab.
"Ra.. maaf untuk masa lalu". Ucap lelaki itu. Rasa rindu yang dipendam ingin sekali ia luapkan. 
Lagi-lagi ara tek bergeming. mulutnya terlalu rapat untuk berbicara. Hatinya terlalu sakit mendengar ucapan dimas.
Hingga sebuah angkot melintas didepan mereka. Ara segera berlari menghentikan angkot itu. Tapi tangannya ditahan oleh dimas.
"Ra aku masih sayanga sama kamu". Ucapan dimas kali ini berhasil membuat air mata ara keluar. 
"lepaskan.." pinta ara. Namun dimas tetap menahan tangan ara.
"aku...." ucapan dimas tertahan oleh suara lain.
"Maaf, mbak mas kalau mau latihan drama jangan disini. Ini jadi naik angkot saya ngga?" Teriak si supir dari dalam angkotnya. Membuat para penumpang lain menahan tawa.
Ara pun segera naik dan duduk dibangku depan. 
"Lhoo ini mbak yang tadi pagi nyari mati yah?" Ara segera melotot menyadari sisupir adalah yang tadi pagi hampir menabraknya.
"Saya ga cari mati, saya cari payung. Nihh..." tunjuk ara pada payungnya.
"Haha iya iya mbak maaf.."  si supir tertawa melihat ara menyodorkan payung kepadanya hendak memukul.
"Tadi itu pacar mbak yah?" Tanya si supir sok akrab.
Ara hanya mendelik menatap tajam si supir. Si supir yang merasa diacuhkan kembali berkata
"Sudah mbak laki-laki masih banyak yang lain kok." 
"Jangan sok akrab deh bang" jawab ara ketus.
 "Ohh jadi mbak mau akrab nih sama saya. Yaudah kenalin nama saya adit. Supir angkot paling ganteng dan kece hehee" Ara yang tengah menatap keluar jendela hanya diam tak menanggapi.
"Bang kiri..." teriak  penumpang terakhir yang berhenti dipersimpangan jalan.
Ternyata semua penumpang sudah turun hanya ada ara yang masih melamun.
"Mbak mau dianterin kemana? Ini sudah sore lho." Tanya dimas sambil melihat jam tangannya.
"Ke tempat dimana saya bisa menangis sepuasnya." Ucap ara lirih.
Tanpa banyak bicara adit segera memutar arah angkotnya dan membawa ara ke suatu tempat. 
"Lho ini ada dimana?" Tanya ara setelah sadar dari lamunnanya. 
"Katanya mau tempat untuk menangis sepuasnya.. ya ini." Tunjuk adit pada sebuah danau yang dikelilingi oleh pohon yang rindang.
Ara keluar dari angkot dan menghirup udara segar yang berhembus. Ara merasakan sesak yang sangat dalam dihatinya membuat ia menunduk dan membuat air mataya jatuh. 
Adit yang melihat ara hanya bisa diam disampingnya. "Gadis ini..." gumam adit sambil menyandarkan kepala ara dibahunya. 
"Menangis saja jika itu membuatmu tenang." Ucap adit membuat ara sedikit mendongakkan kepalanya.
"Makasih yah bang... bbbrrrrr" dengan polosnya ara menarik baju adit untuk membuang ingusnya, sontak adit langsung menghindar.
"Ihhh jorok banget sih jadi cewe." Kata adit lalu pergi ke angkotnya.
"udahkan nangisnya?? Ayo ini udah sore mbak." Ajak adit.
" iyah makasih yah bang, maaf udah ngeropitin.. nama saya ara" Ucap ara dengan senyuman terbaiknya.
Deg... "senyum itu... Sial kenapa jantung gue lompat-lompat." gerutu adit dalam hatinya.
-------------------------------
Pagi ini ara pergi ke kantor dengan semangat. Ia bertekad untuk melupakan dimas. Apapun yang terjadi.
"Toooottttttt" suara kelakson membuyarkan pikiran ara.
"Mau naik angkot ga mbak?" Tanya adit sambil tersenyum.
"Lhooo bang??? Iyah iyah tunggu." Segera ara naik ke dalam angkot  dan duduk di belakang adit. 
"Udah ga galau lagi nih mbak?" Goda adit membuat ara menjitak kepalanya.
"aduhhh sakitt mbak..." ringis adit sambil memegeng kepalanya.
"Hehe maaf yahh... panggil ara aja gausah mbak lagian kayanya kita seumuran deh." Teliti ara pada wajah adit. Tampan. 'Deg' memperhatikan wajah adit kenapa hatinya berdebar seperti ini. 
