Selasa, 26 Januari 2016

What's wrong? -2-

Sebenarnya setelah lulus kuliah dimas mencoba menghubungi ara namun rasa sakit dan kehilangan membuat ara ingin membenci dimas dan tak pernah menemuinya. Ia tak mau luka yang sudah kering kembali terbuka. Tapi kini, ara dan dimas dipersatukan dalam satu atap. Dan itu benar-benar membuat ara tersiksa.
Sepulangnya dari kantor, ara memutuskan untuk duduk dihalte menunggu angkot yang akan membawanya pulang.
"Ra..." suara itu tak asing ditelinga ara.
Ara hanya diam tak menjawab.
"Ra.. maaf untuk masa lalu". Ucap lelaki itu. Rasa rindu yang dipendam ingin sekali ia luapkan.
Lagi-lagi ara tek bergeming. mulutnya terlalu rapat untuk berbicara. Hatinya terlalu sakit mendengar ucapan dimas.
Hingga sebuah angkot melintas didepan mereka. Ara segera berlari menghentikan angkot itu. Tapi tangannya ditahan oleh dimas.
"Ra aku masih sayanga sama kamu". Ucapan dimas kali ini berhasil membuat air mata ara keluar.
"lepaskan.." pinta ara. Namun dimas tetap menahan tangan ara.
"aku...." ucapan dimas tertahan oleh suara lain.
"Maaf, mbak mas kalau mau latihan drama jangan disini. Ini jadi naik angkot saya ngga?" Teriak si supir dari dalam angkotnya. Membuat para penumpang lain menahan tawa.
Ara pun segera naik dan duduk dibangku depan.
"Lhoo ini mbak yang tadi pagi nyari mati yah?" Ara segera melotot menyadari sisupir adalah yang tadi pagi hampir menabraknya.
"Saya ga cari mati, saya cari payung. Nihh..." tunjuk ara pada payungnya.
"Haha iya iya mbak maaf.."  si supir tertawa melihat ara menyodorkan payung kepadanya hendak memukul.
"Tadi itu pacar mbak yah?" Tanya si supir sok akrab.
Ara hanya mendelik menatap tajam si supir. Si supir yang merasa diacuhkan kembali berkata
"Sudah mbak laki-laki masih banyak yang lain kok."
"Jangan sok akrab deh bang" jawab ara ketus.
"Ohh jadi mbak mau akrab nih sama saya. Yaudah kenalin nama saya adit. Supir angkot paling ganteng dan kece hehee" Ara yang tengah menatap keluar jendela hanya diam tak menanggapi.
"Bang kiri..." teriak  penumpang terakhir yang berhenti dipersimpangan jalan.
Ternyata semua penumpang sudah turun hanya ada ara yang masih melamun.
"Mbak mau dianterin kemana? Ini sudah sore lho." Tanya dimas sambil melihat jam tangannya.
"Ke tempat dimana saya bisa menangis sepuasnya." Ucap ara lirih.
Tanpa banyak bicara adit segera memutar arah angkotnya dan membawa ara ke suatu tempat.
"Lho ini ada dimana?" Tanya ara setelah sadar dari lamunnanya.
"Katanya mau tempat untuk menangis sepuasnya.. ya ini." Tunjuk adit pada sebuah danau yang dikelilingi oleh pohon yang rindang.
Ara keluar dari angkot dan menghirup udara segar yang berhembus. Ara merasakan sesak yang sangat dalam dihatinya membuat ia menunduk dan membuat air mataya jatuh.
Adit yang melihat ara hanya bisa diam disampingnya. "Gadis ini..." gumam adit sambil menyandarkan kepala ara dibahunya.
"Menangis saja jika itu membuatmu tenang." Ucap adit membuat ara sedikit mendongakkan kepalanya.
"Makasih yah bang... bbbrrrrr" dengan polosnya ara menarik baju adit untuk membuang ingusnya, sontak adit langsung menghindar.
"Ihhh jorok banget sih jadi cewe." Kata adit lalu pergi ke angkotnya.
"udahkan nangisnya?? Ayo ini udah sore mbak." Ajak adit.
" iyah makasih yah bang, maaf udah ngeropitin.. nama saya ara" Ucap ara dengan senyuman terbaiknya.
Deg... "senyum itu... Sial kenapa jantung gue lompat-lompat." gerutu adit dalam hatinya.

-------------------------------

Pagi ini ara pergi ke kantor dengan semangat. Ia bertekad untuk melupakan dimas. Apapun yang terjadi.
"Toooottttttt" suara kelakson membuyarkan pikiran ara.
"Mau naik angkot ga mbak?" Tanya adit sambil tersenyum.
"Lhooo bang??? Iyah iyah tunggu." Segera ara naik ke dalam angkot  dan duduk di belakang adit.
"Udah ga galau lagi nih mbak?" Goda adit membuat ara menjitak kepalanya.
"aduhhh sakitt mbak..." ringis adit sambil memegeng kepalanya.
"Hehe maaf yahh... panggil ara aja gausah mbak lagian kayanya kita seumuran deh." Teliti ara pada wajah adit. Tampan. 'Deg' memperhatikan wajah adit kenapa hatinya berdebar seperti ini.

Minggu, 24 Januari 2016

What's wrong?

Aku mencintaimu
Seperti bintang yang mencintai malam
Dan aku akan memberi
Seluruh jiwaku

Aku menginginkanmu
Meskipun bumi tak pernah mengizinkan
Bila memang itu yang terjadi
Aku tak peduli

Sesungguhnya kau menginginkanmu
Meskipun mereka menentang cintaku
Ku akan perjuangkan
Hingga jantungku berhenti
Owowoowowwo..

Lagu dari rama band tersebut berasal dari suara keras yang ara nyanyikan dikamar mandi. Suara hujan dari luar menyamarkan suara fals miliknya sehingga ia tidak segan untuk berteriak dan bernyanyi sekencangnya didalam kamar mandi. Toh sekarang ini ia tinggal seorang diri disebuah kamar kos yang lebarnya hanya 4x6. Ia bebas melakukan apapun. Ara keluar dari kamar mandi dan menggulung rambutnya yang basah dengan handuk. "ughh kenapa harus hujan sih, inikan masih pagi. Gimana gue berangkat ke kantor. Ahhh syial..." gerutu gadis berumur 24tahun itu.
Yah berhubung musim penghujan telah tiba mau tak mau ara harus pergi ke kantornya memakai angkutan umum.
Saat ia sedang menunggu angkot dihalte tiba-tiba angin kencang menghantam payung yang ia gunakan "huushhhh" payung itu terlepas ke jalan dan ara dengan cepat mengambilnya namun saat ara hendak mengambilnya tiba-tibaa drrrttttttt suara rem dari angkot hampir saja menghantam tubuh mungilnya.
"Aaaaaaaaaaaaaa gue belum mau matii"ara teriak sekenceng-kencengnya membuat orang-orang yang ada disitu  menatapnya aneh.
Si supir segera turun dari angkotnya dan memarahi ara yang masih menutup wajahnya karena takut.
"Ehh kalau mau nyebrang hati-hati. Cari tempat penyebrangan jangan sembarangan mau cari mati apa??" si supir mendengus kesal menatap ara. Ara yang masih menunduk tak terima di benta-bentak. "Gue bukan mau nyari mati, tapi nyari payung gue yang terbang. Lagian harusnya loe nanya keadaan gue ada yang lecet atau apa kek bukannya marah-marah". Ara mendongak menatap sang sopir hendak melanjutkan kata-katanya tapi ia terdiam melihat wajah si supir yang "tampan" menurutnya. Wajahnya oriental dengan hidung mancung membuat ara sedikit terpesona. "Yaampun cakep banget nihh supir" seru ara dalam hati.
"Woy kenapa loe bengong? Udah minggir sana penumpang gue udah pada nungguin tuh". Si supir malah menggeser tubuh ara yang masih mematung. "Ehh apa-apan ini" oceh ara dan ia juga segera sadar dan melihat jam tangannya. "Haduhh gue bisa telat nih". 
Sesampainya dikantor ara mendengus kesal, bagaimana tidak baju yang ia kenakan kotor saat tadi akan tertabrak angkot. Belum lagi cacing perutnya yang terus berdendang karena belum diisi tadi pagi terus berdemo.
"Aduhhh perut gue.." ara meringis memegangi perutnya.
"Ehh loe kenapa?" Tanya milda rekan kerja sekaligus sahabat ara dikantor.
"Kayanya magh gue kambuh deh mil tadi pagi gue belum sempet sarapan". Keluh ara pada sahabatnya.
"Loe kebiasaan nih ar... kalau pagi ga pernah sarapan. Mending loe ke pantry deh barangakali aja ada makanan sisa yg lain." Usul milda pada sahabatnya itu.
"Ngga ah, laporan gue belum selesai buat pp meeting nanti. Ntar gue diomelin lagi sama si anak bos itu". Sahut ara dari balik komputernya.
"Yaudah terserah loe aja yah tapi kalau ada apa-apa jangan salahin gue." Timpal milda yang juga kembali fokus pada kerjannya.
Saat ini ara berkerja sebagai follow up disalah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Dia sudah bekerja di perusahaan ini hampir 1 tahun. Jadi ia sudah hapal betul karakter orang-orang yang ada disini.
"Ara.." panggil seseorang yang berdiri didepan mejanya.
"Iya pak, ada apa?" jawab ara kaku.
Ia memang selalu dingin terhadap atasannya yang tak lain adalah mantan pacarnya saat sma dulu. Yah Dimas Adiputra adalah mantan pacarnya sekaligus anak dari manager produksi perusahaan ini. Baru beberapa bulan yg lalu dimas bekerja disini sebagai manager marketing.
"Mana laporan untuk ppm nanti siang?" Tanya dimas tanpa basa-basi.
Hubungan mereka saat ini memang tidak seharmonis 4tahun silam. Dimas adalah cinta pertama ara yang membuat hari-hari SMA nya menjadi lebih berwarna. Tapi hubungan itu berakhir saat dimas memutuskan untuk kuliah di luar negri dan pergi tanpa kabar sama sekali.
Bersambung.